MAKALAH OBAT
TRADISIONAL ATAU RAMUAN
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Obat Tradisional atau Ramuan merupakan warisan budaya
bangsa perlu terus dilestariakan dan dikembangkan untuk menunjang pembangunan
kesehatan sekaligus untuk meningkatkan perekonomian rakyat. Produksi, dan
penggunaan obat tradisional di Indonesia memperlihatkan kecendrungan terus
meningkat, baik jenis maupun volumenya. Perkembangan ini telah mendorong
pertumbuhan usaha di bidang obat tradisional, mulai dari usaha budidaya tanaman
obat, usaha industry obat tradisional, penjaja dan penyeduh obat tradisional
atau jamu. Bersamaan itu upaya pemanfaatan obat tradisional dalam pelayanan
kesehatan formal juga terus digalakkan melalui berbagai kegiatan uji klinik
kearah pengembangan fito farmaka (Ditjen POM, 1999).
Meningkatkan produksi, peredaran dan penggunaan obat
tradisional, di sisi lain dicemari oleh beredarnya obat tradisional yang tidak
terdaftar, obat tradisional yang mengandung bahan kimia obat atau mengandung
bahan-bahan berbahaya lainnya serta obat tradisional yang tidak memenuhi
persyaratan mutu. Peredaran dan penggunaan obat tradisional seperti ini selain
sangat membahayakan kesehatan/jiwa konsumen juga merusak citra obat tradisional
secara keseluruhan.
Guna melindungi masyarakat dari bahaya penggunaan obat
tradisional yang tidak terdaftar atau tidak memenuhi syarat , ditempuh berbagai
langkah strategis, antara lain penyebaran informasi yang cukup kepada
masyarakat dan pengusaha, termasuk informasi mengenai peraturan
perundangan-undangan yang berlaku di bidang obat tradisional (Ditjen POM,
1999).
1.2 Tujuan
Untuk
mengetahui definisi tentang obat tradisional
Untuk
mengetahui tanaman yang bisa digunakan untuk obat tradisional.
Untuk
memahami tentang bentuk sediaan obat tradisional.
1.3 Manfaat
Untuk
menambah pengetahuan dan lebih mendalami tentang obat tradisional.
BAB II
TINJAUAN
PUSTAKA
2.1 Obat
Tradisional
Obat tradisional adalah bahan atau ramuan yang berupa
bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan galenik atau campuran dari
bahan-bahan tersebut, yang secara tradisional telah digunakan untuk pengobatan
berdasarkan pengalaman. Pengobatan tradisional. (Undang-Undang RI No. 23 Tahun 1992 tentang kesehatan)
Adalah pengobatan dan atau
perawatan dengan cara, obat dan pengobatannya yang mengacu pada pengalaman dan
keterampilan turun temurun dan diterapkan sesuai dengan norma yang berlaku
dalam masyarakat.
Obat tradisional Peraturan menurut Menteri Kesehatan RI.No. 179/Men.Kes/Per/VII/1976 Tentang Produksi dan Distribusi Obat Tradisionil adalah obat
jadi atau obat berbungkus yang berasal dari bahan tumbuh-tumbuhan, hewan,
mineral dan atau sediaan galeniknya atau campuran bahan-bahan tersebut yang
belum mempunyai data klinis dan dipergunakan dalam usaha pengobatan berdasarkan
pengalaman :
- bahan alam
- bedasarkan pengalaman
obat tradisional menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI.No.246/Men.Kes/Per/V/1990 Tentang Izin Usaha IOT dan Pendaftaran O.T Dan Undang-Undang
RI No. 23 Tahun 1992 tentang kesehatan Adalah bahan atau ramuan bahan, yang berupa bahan tumbuhan, bahan hewan,
bahan mineral, sediaan sarian (galenik) atau campuran bahan tersebut yang
secara turun temurun telah digunakan untuk pengobatan berdasarkan pengalaman.
Sejarah obat tradisional :
Tradisi : merupakan
kebiasaan-kebiasaan yang tumbuh berkembang, terpeliharah pada sekelompok /
golongan masyarakat, yang pada akhirnya melahirkan satu budaya
Kebiasaan lahir dari pengalaman
Pengalaman diperoleh dari berbagai cara, antara lain :
1. mencoba-coba
2. signatura
3.
petunjuk dari yang kuasa
Tahun 1976, merupakan awal
pengembangan O.T di Indonensia dengan dibentuknya direktorat pengawasan obat
tradisional, pada direktorat pengawan obat
dan makanan, departemen kesehatan.
Lahir aturan-aturan tentang obat radisional yang
dikenal dengan paket deregulasi, yaitu
Peraturan Menteri Kesehatan R.I :
1. No. 179/Men.Kes/Per/VII/76, Produksi
dan Distribusi Obat TradisionL
2. No.
180/Men.Kes/Per/VII/76, Wajib Daftar Obat Tradisional
3. No. 181/Men.Kes/Per/VII/76, Pembungkusan dan Penandaan Obat Tradisional.
2.1.1 Izin Edar
Obat
tradisional yang diedarkan di wilayah Indonesia wajib memiliki izin edar yang
diberikan oleh Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan. Pemberian izin edar
dilaksanakan melalui mekanisme registrasi sesuai dengan tatalaksana yang
ditetapkan dan berlaku selama 5(lima) tahun. Dikecualikan dari ketentuan
kewajiban memiliki izin edar di berlakukan terhadap:
a. obat
tradisional yang dibuat oleh usaha jamu racikan dan usaha jamu gendong
b. simplisia dan sediaan
galenik untuk keperluan industri dan keperluan layanan pengobatan tradisional
c. obat
tradisional yang digunakan untuk penelitian, sampel untuk registrasi dan
pameran dalam jumlah terbatas dan tidak diperjualbelikan.
Obat
tradisional yang dapat diberikan izin edar harus memenuhi kriteria sebagai
berikut:
a. menggunakan
bahan yang memenuhi persyaratan keamanan dan mutu
b. dibuat dengan
menerapkan CPOTB
c. memenuhi
persyaratan Farmakope Herbal Indonesia atau persyaratan lain yang diakui
d. berkhasiat yang
dibuktikan secara empiris, turun temurun, dan/atau secara ilmiah, penandaan
berisi informasi yang objektif, lengkap, dan tidak menyesatkan.
- Kewajiban
Pemegang Nomor Izin Edar
Pemegang
nomor izin edar wajib melakukan pemantauan terhadap keamanan, khasiat/manfaat,
dan mutu produk yang beredar. Dalam hal terjadi ketidaksesuaian terhadap
keamanan, khasiat/manfaat, dan mutu produk, pemegang nomor izin edar wajib
melakukan penarikan produk dari peredaran dan melaporkan kepada Kepala Badan
Pengawas Obat dan Makanan.
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku:
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku:
a.
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 181/Menkes/Per/VII/1976 tentang Pembungkusan
dan Penandaan Obat Tradisional
b.
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 230/Menkes/IX/1976 tentang Wajib Daftar
Simplisia Impor
c.
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 246/Menkes/Per/V/1990 tentang Izin Usaha
Industri Obat Tradisional dan Pendaftaran Obat Tradisional sepanjang yang
mengatur pendaftaran obat tradisional sebagaimana dimaksud dalam Peraturan
Menteri ini
d.
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 661/Menkes/Per/VII/1994 tentang Persyaratan
Obat Tradisional
e.
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1297/Menkes/Per/XI/1998 tentang Peredaran
Obat Tradisional Impor.
Obat tradisional
dilarang mengandung:
a.
etil alkohol lebih dari 1%, kecuali dalam bentuk sediaan tingtur yang
pemakaiannya dengan pengenceran
b.
bahan kimia obat yang merupakan hasil isolasi atau sintetik berkhasiat obat
c.
narkotika atau psikotropika
e. dan atau bahan
lain yang berdasarkan pertimbangan kesehatan dan/atau berdasarkan penelitian
membahayakan kesehatan yang jenisnya ditetapkan dengan Peraturan Kepala Badan
Pengawas Obat dan makan.
Obat
tradisional dilarang dibuat dan/atau diedarkan dalam bentuk sediaan:
a.
Intravaginal
b.
tetes mata
c.
parenteral
Registrasi Obat Tradisional
Registrasi
Obat Tradisional Produksi Dalam Negeri hanya dapat dilakukan oleh Industri Obat
Tradisional, Usaha Kecil Obat Tradisional atau Usaha Mikro Obat Tradisional
yang memiliki izin sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
Registrasi
Obat Tradisional Kontrak hanya dapat dilakukan oleh pemberi kontrak dengan
melampirkan dokumen kontrak. Obat tradisional kontrak adalah obat tradisional
yang seluruh atau sebagian tahapan pembuatan dilimpahkan kepada industri obat
tradisional atau usaha kecil obat tradisional berdasarkan kontrak.
Registrasi
Obat Tradisional Lisensi hanya dapat dilakukan oleh Industri Obat Tradisional,
Usaha Kecil Obat Tradisional penerima lisensi yang memiliki izin sesuai
ketentuan peraturan perundang-undangan. Obat tradisional lisensi adalah obat
tradisional yang seluruh tahapan pembuatan dilakukan oleh industri obat
tradisional atau usaha kecil obat tradisional di dalam negeri atas dasar
lisensi.
Registrasi
Obat Tradisional Impor hanya dapat dilakukan oleh Industri Obat Tradisional,
Usaha Kecil Obat Tradisional, atau importir obat tradisional yang mendapat
penunjukan keagenan dan hak untuk melakukan registrasi dari industri di negara
asal. Obat tradisional impor adalah obat tradisional yang seluruh proses
pembuatan atau sebagian tahapan pembuatan sampai dengan pengemasan primer
dilakukan oleh industri di luar negeri, yang dimasukkan dan diedarkan di
wilayah Indonesia.
Registrasi
Obat Tradisional Khusus Ekspor dilakukan oleh Industri Obat Tradisional, Usaha
Kecil Obat Tradisional atau Usaha Mikro Obat Tradisional yang memiliki izin
sesuai ketentuan peraturan perundangundangan.
Obat tradisional dibuat atau diramu dari bahan
tumbuh-tumbuhan, bahan hewan, sediaan sarian (galenik), atau campuran
bahan-bahan tersebut. Obat tradisional secara turun-temurun telah digunakan
untuk kesehatan berdasarkan pengalaman. Obat tradisional telah digunakan oleh
berbagai aspek masyarakat mulai dari tingkat ekonomi atas sampai tingkat bawah,
karena obat tradisional mudah didapat, harganya yang cukup terjangkau dan
berkhasiat untuk pengobatan, perawatan dan pencegahan penyakit (Ditjen POM,
1994).
Untuk meningkatkan mutu suatu obat tradisional, maka
pembuatan obat tradisional haruslah dilakukan dengan sebaik-baiknya mengikutkan
pengawasan menyeluruh yang bertujuan untuk menyediakan obat tradisional yang
senantiasa memenuhi persyaratan yang berlaku. Keamanan dan mutu obat
tradisional tergantung dari bahan baku, bangunan, prosedur, dan pelaksanaan
pembuatan, peralatan yang digunakan, pengemasan termasuk bahan serta personalia
yang terlibat dalam pembuatan obat tradisional (Dirjen POM, 1994).
Bahan-bahan ramuan obat tradisional seperti bahan
tumbuh-tumbuhan, bahan hewan, sediaan sarian atau galenik yang memiliki fungsi,
pengaruh serta khasiat sebagai obat, dalam pengertian umum kefarmasian bahan
yang digunakan sebagai simplisia. Simplisia adalah bahan alamiah yang
dipergunakan sebagai obat yang belum mengalami pengolahan apapun juga dan
kecuali dinyatakan lain berupa bahan yang dikeringkan (Dirjen POM, 1999).
2.1.2 Kelebihan dan kekurangan obat
tradisional
A. Keuntungan obat tradisonal
Kelebihan Obat Tradisional Dibandingkan obat-obat
modern, memang OT/TO memiliki beberapa kelebihan, antara lain : efek sampingnya
relatif rendah, dalam suatu ramuan dengan komponen berbeda memiliki efek saling
mendukung, pada satu tanaman memiliki lebih dari satu efek farmakologi serta
lebih sesuai untuk penyakit-penyakit metabolik dan degeneratif.
1. Efek samping OT
relatif kecil bila digunakan secara benar dan tepat
OT/TO akan bermanfaat dan aman jika digunakan dengan tepat, baik takaran, waktu dan cara penggunaan, pemilihan bahan serta penyesuai dengan indikasi tertentu.
OT/TO akan bermanfaat dan aman jika digunakan dengan tepat, baik takaran, waktu dan cara penggunaan, pemilihan bahan serta penyesuai dengan indikasi tertentu.
2. Adanya efek
komplementer dan atau sinergisme dalam ramuan obat tradisional/komponen
bioaktif tanaman obat. Dalam suatu ramuan OT umumnya terdiri dari beberapa
jenis TO yang memiliki efek saling mendukung satu sama lain untuk mencapai
efektivitas pengobatan. Formulasi dan komposisi ramuan tersebut dibuat setepat
mungkin agar tidak menimbulkan kontra indikasi, bahkan harus dipilih jenis
ramuan yang saling menunjang terhadap suatu efek yang dikehendaki. Sebagai
ilustrasi dapat dicontohkan bahwa suatu formulasi terdiri dari komponen utama
sebagai unsur pokok dalam tujuan pengobatan, asisten sebagai unsur pendukung
atau penunjang, ajudan untuk membantu menguatkan efek serta pesuruh sebagai
pelengkap atau penyeimbang dalam formulasi. Setiap unsur bisa terdiri lebih
dari 1 jenis TO sehingga komposisi OT lazimnya cukup komplek.
3. Pada satu tanaman
bisa memiliki lebih dari satu efek farmakologi
Zat aktif pada tanaman obat umunya dalam bentuk metabolit sekunder, sedangkan satu tanaman bisa menghasilkan beberapa metabolit sekunder; sehingga memungkinkan tanaman tersebut memiliki lebih dari satu efek farmakologi. Efek tersebut adakalanya saling mendukung (seperti pada herba timi dan daun kumis kucing), tetapi ada juga yang seakan-akan saling berlawanan atau kontradiksi (sperti pada akar kelembak). Sebagai contoh misalnya pada rimpang temu lawak (Curcuma xanthoriza) yang disebutkan memiliki beberapa efek farmakologi, antara lain : sebagai anti inflamasi (anti radang), anti hiperlipidemia (penurun lipida darah), cholagogum (merangsang pengeluaran produksi cairan empedu), hepatoprotektor (mencegah peradangan hati) dan juga stomakikum (memacu nafsu makan).
Zat aktif pada tanaman obat umunya dalam bentuk metabolit sekunder, sedangkan satu tanaman bisa menghasilkan beberapa metabolit sekunder; sehingga memungkinkan tanaman tersebut memiliki lebih dari satu efek farmakologi. Efek tersebut adakalanya saling mendukung (seperti pada herba timi dan daun kumis kucing), tetapi ada juga yang seakan-akan saling berlawanan atau kontradiksi (sperti pada akar kelembak). Sebagai contoh misalnya pada rimpang temu lawak (Curcuma xanthoriza) yang disebutkan memiliki beberapa efek farmakologi, antara lain : sebagai anti inflamasi (anti radang), anti hiperlipidemia (penurun lipida darah), cholagogum (merangsang pengeluaran produksi cairan empedu), hepatoprotektor (mencegah peradangan hati) dan juga stomakikum (memacu nafsu makan).
4. Obat tradisional
lebih sesuai untuk penyakit-penyakit metabolik dan degeneratif. Sebagaimana
diketahui bahwa pola penyakit di Indonesia (bahkan di dunia) telah mengalami
pergeseran dari penyakit infeksi (yang terjadi sekitar tahun 1970 ke bawah) ke
penyakit-penyakit metabolik degeneratif (sesudah tahun 1970 hingga sekarang).
Hal ini seiring dengan laju perkembangan tingkat ekonomi dan peradaban manusia
yang ditandai dengan pesatnya perkembangan ilmu dan teknologi dengan berbagai
penemuan baru yang bermanfaat dalam pengobatan dan peningkatan kesejahteraan
umat manusia.Pada periode sebelum tahun 1970-an banyak terjangkit penyakit
infeksi yang memerlukan penanggulangan secara cepat dengan mengunakan
antibiotika (obat modern). Pada saat itu jika hanya mengunakan OT atau Jamu
yang efeknya lambat, tentu kurang bermakna dan pengobatannya tidak efektif.
Sebaliknya pada periode berikutnya hinga sekarang sudah cukup banyak ditemukan
turunan antibiotika baru yang potensinnya lebih tinggi sehingga mampu membasmi
berbagai penyebab penyakit infeksi. Akan tetapi timbul penyakit baru yang bukan
disebabkan oleh jasad renik, melainkan oleh gangguan metabolisme tubuh akibat
konsumsi berbagai jenis makanan yang tidak terkendali serta gangguan faal tubuh
sejalan dengan proses degenerasi. Penyakit ini dikenal dengan sebutan penyakit
metabolik dan degeneratif. Yang termasuk penyakit metabolik antara lain :
diabetes (kecing manis), hiperlipidemia (kolesterol tinggi), asam urat, batu
ginjal dan hepatitis; sedangkan penyakit degeneratif diantaranya : rematik (radang
persendian), asma (sesak nafas), ulser (tukak lambung), haemorrhoid
(ambaien/wasir) dan pikun (Lost of memory).
B. Kelemahan obat tradisonal
Disamping berbagai keuntungan, bahan obat alam juga
memiliki beberapa kelemahan yang juga merupakan kendala dalam pengembangan obat
tradisional (termasuk dalam upaya agar bisa diterima pada pelayanan kesehatan
formal). Adapun beberapa kelemahan tersebut antara lain : efek farmakologisnya
yang lemah, bahan baku belum terstandar dan bersifat higroskopis serta volumines,
belum dilakukan uji klinik dan mudah tercemar berbagai jenis mikroorganisme.
Menyadari akan hal ini maka pada upaya pengembangan OT ditempuh berbagai cara
dengan pendekatan-pendekatan tertentu, sehingga ditemukan bentuk OT yang telah
teruji khasiat dan keamanannya, bisa dipertanggung jawabkan secara ilmiah serta
memenuhi indikasi medis; yaitu kelompok obat fitoterapi atau fitofarmaka Akan
tetapi untuk melaju sampai ke produk fitofarmaka, tentu melalui beberapa tahap
(uji farmakologi, toksisitas dan uji klinik) hingga bisa menjawab dan mengatasi
berbagai kelemahan tersebut.
Efek farmakologis yang lemah dan lambat karena rendahnya kadar senyawa aktif dalam bahan obat alam serta kompleknya zat balast/senyawa banar yang umum terdapat pada tanaman. Hal ini bisa diupayakan dengan ekstrak terpurifikasi, yaitu suatu hasil ekstraksi selektif yang hanya menyari senyawa-senyawa yang berguna dan membatasi sekecil mungkin zat balast yang ikut tersari.
Efek farmakologis yang lemah dan lambat karena rendahnya kadar senyawa aktif dalam bahan obat alam serta kompleknya zat balast/senyawa banar yang umum terdapat pada tanaman. Hal ini bisa diupayakan dengan ekstrak terpurifikasi, yaitu suatu hasil ekstraksi selektif yang hanya menyari senyawa-senyawa yang berguna dan membatasi sekecil mungkin zat balast yang ikut tersari.
2.1.3 CARA PRODUKSI OBAT TRADISIONAL YANG BAIK
Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik (CPOTB)
meliputi seluruh aspek yang menyangkut pembuatan obat tradisional, yang
bertujuan untuk menjamin agar produk yang dihasilkan senantiasa memenuhi
persyaratan mutu yang telah ditentukan sesuai dengan tujuan penggunaannya. Mutu
produk tergantung dari bahan awal, proses produksi dan pengawasan mutu,
bangunan, peralatan dan personalia yang menangani. Penerapan CPOTB merupakan
persyaratan kelayakan dasar untuk menerapkan sistem jaminan mutu yang diakui
dunia internasional. Untuk itu sistem mutu hendaklah dibangun, dimantapkan dan
diterapkan sehingga kebijakan yang ditetapkan dan tujuan yang diinginkan dapat
dicapai. Dengan demikian penerapan CPOTB merupakan nilai tambah bagi produk
obat tradisional Indonesia agar dapat bersaing dengan produk sejenis dari
negara lain baik di pasar dalam negeri maupun internasional. Mengingat pentingnya penerapan
CPOTB maka pemerintah secara terus menerus memfasilitasi industri obat
tradisional baik skala besar maupun kecil untuk dapat menerapkan CPOTB melalui
langkah-langkah dan pentahapan yang terprogram. Dengan adanya
perkembangan jenis produk obat bahan alam tidak hanya dalam bentuk Obat
Tradisional (Jamu), tetapi juga dalam bentuk Obat Herbal Terstandar dan
Fitofarmaka, maka Pedoman Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik ini dapat
pula diberlakukan bagi industri yang memproduksi Obat Herbal Terstandar dan
Fitofarmaka.
Hal-hal yang perlu
diperhatikan dalam CPOTB adalah:
1. Obat tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan
tumbuhan,bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian atau galenik, atau campuran
daribahan tersebut, yang secara turun menurun telah digunakan untuk
pengobatanberdasarkan pengalaman.
2. Bahan awal adalah bahan baku dan bahan pengemas yang digunakan dalam pembuatan
suatu produk obat tradisional.
3. Bahan baku adalah simplisia, sediaan galenik, bahan tambahan atau
bahan lainnya, baik yang berkhasiat maupun yang tidak berkhasiat, yang berubah
maupun yang tidak berubah, yang digunakan dalam pengolahan obat
tradisional,walaupun tidak semua bahan tersebut masih terdapat didalam produk
ruahan.
4. Simplisia adalah bahan alamiah yang dipergunakan sebagai obat
tradisional yang belum mengalami pengolahan apapun juga dan kecuali dinyatakan
lain merupakan bahan yang dikeringkan.
5. Bahan pengemas adalah semua bahan yang digunakan untuk pengemasan
produk ruahan untuk menghasilkan produk jadi.
6. Produk antara adalah bahan atau campuran bahan yang masih memerlukan
satu atau lebih tahap pengolahan lebih lanjut untuk menjadi produk ruahan.
7. Produk ruahan adalah bahan atau campuran bahan yang telah selesai
diolah yang masih memerlukan tahap pengemasan untuk menjadi produk jadi.
8. Produk jadi adalah produk yang telah melalui seluruh tahap proses
pembuatan obat tradisional.
9. Pembuatan adalah seluruh rangkaian kegiatan yang meliputi
pengadaan bahan awal termasuk penyiapan bahan baku, pengolahan, pengemasan,
pengawasan mutu sampai diperoleh produk jadi yang siap untuk didistribusikan.
10. Produksi adalah semua kegiatan pembuatan dimulai dari pengadaan
bahan awal termasuk penyiapan bahan baku, pengolahan, sampai dengan pengemasan
untuk menghasilkan produk jadi.
11. Pengolahan adalah seluruh rangkaian kegiatan mulai dari
penimbangan bahan baku sampai dengan dihasilkannya produk ruahan.
12. Pengemasan adalah kegiatan mewadahi, membungkus, memberi etiket
dan atau kegiatan lain yang dilakukan terhadap produk ruahan untuk menghasilkan
produk jadi.
13. Pengawasan dalam proses adalah pemeriksaan dan pengujian yang
ditetapkan dan dilakukan dalam suatu rangkaian proses produksi, termasuk
pemeriksaan dan pengujian yang dilakukan terhadap lingkungan dan peralatan
dalam rangka menjamin bahwa produk akhir (jadi) memenuhi spesifikasinya.
14. Pengawasan mutu (quality
control) adalah semua upaya
pemeriksaan dan pengujian selama pembuatan untuk menjamin agar obat tradisional
yangdihasilkan memenuhi persyaratan yang ditetapkan.
15. Sanitasi adalah segala upaya yang dilakukan untuk menjamin
kebersihan sarana pembuatan, personil, peralatan dan bahan yang ditangani.
16. Dokumentasi adalah catatan tertulis tentang formula, prosedur,
perintah dan catatan tertulis lainnya yang berhubungan dengan pembuatan obat
tradisional.
17. Verifikasi adalah suatu tindakan pembuktian dengan cara yang
sesuai bahwa tiap bahan, perlengkapan, prosedur kegiatan yang digunakan dalam
pembuatan obat tradisional senantiasa mencapai hasil yang diinginkan.
18. Inspeksi diri adalah kegiatan yang dilakukan untuk menilai semua
aspek, mulai dari pengadaan bahan sampai dengan pengemasan dan penetapan
tindakan perbaikan yang dilakukan oleh semua personal industri obat tradisional
sehingga seluruh aspek pembuatan obat tradisional dalam industri obat
tradisional tersebut selalu memenuhi CPOTB.
19. Bets adalah sejumlah produk obat tradisional yang
diproduksi dalam satu siklus pembuatan yang mempunyai sifat dan mutu yang
seragam.
20. Lot adalah bagian tertentu dari suatu bets yang memiliki
sifat dan mutu yang seragam dalam batas yang telah ditetapkan.
21. Kalibrasi adalah kombinasi pemeriksaan dan
penyetelan suatu instrumen agar memenuhi syarat batas keakuratan menurut
standar yang diakui.
22. Karantina adalah status suatu bahan atau produk yang dipisahkan
baik secara fisik maupun secara sistem, sementara menunggu keputusan pelulusan
atau penolakan untuk diproses, dikemas atau didistribusikan.
23. Nomor bets atau nomor lot
adalah suatu
rancangan nomor dan atau huruf yang menjadi tanda riwayat suatu bets atau lot
secara lengkap, termasuk pemeriksaan mutu dan pendistribusiannya.
24. Diluluskan (released) adalah status bahan atau produk yang boleh digunakan
untuk diproses, dikemas atau didistribusikan.
25. Produk kembalian adalah produk yang dikembalikan dari semua mata rantai
distribusi ke pabrik.
26. Penarikan kembali (recall)
adalah kegiatan
menarik kembali produk dari semua mata rantai distribusi apabila ditemukan
adanya produk yang tidak memenuhi persyaratan mutu, keamanan dan penandaan atau
adanya efek yang merugikan kesehatan.
27. Keluhan adalah suatu pengaduan dari pelanggan atau konsumen
mengenai kualitas, kuantitas, khasiat dan keamanan.
Menurut
Material Medika (MMI, 1995), simplisia dapat digolongkan dalam tiga kategori,
yaitu:
1. Simplisia nabati
Simplisia nabati adalah simplisia yang berupa tanaman
utuh, bagian tanaman atau eksudat tanaman. Eksudat adalah isi sel yang secara
spontan keluar dari tanaman atau isi sel yang dengan cara tertentu dipisahkan
dari tanamannya dan belum berupa zat kimia.
2. Simplisia hewani
Simplisia hewani adalah simplisia yang berupa hewan
atau bagian hewan zat-zat berguna yang dihasilkan oleh hewan dan belum berupa
zat kimia murni.
3. Simplisia pelikan (mineral)
Simplisia
pelikan adalah simplisia yang berupa bahan-bahan pelican (mineral) yang belum
diolah atau telah diolah dengan cara sederhana dan belum berupa zat kimia.
Zat kimia berkhasiat (obat) tidak diperbolehkan
digunakan dalam campuran obat tradisional karena obat tradisional diperjual
belikan secara bebas. Dengan sendirinya apabila zat berkhasiat (obat) ini
dicampurkan dengan ramuan obat tradisional dapat berakibat buruk bagi kesehatan
(Dirjen POM, 1986).
Sumber
simplisia :
1. tumbuhan liar
Kerugian
: a. umur dan bagian tanaman
b. jenis
(species)
c.
lingkungan tempat tumbuh
Keuntungan : a. Ekonomis
2. tanaman
budidaya (tumpangsari, toga, perkebunan)
Keuntungan : a. bibit unggul
b. pengolahan pascapanen
c. tempat tumbuh
Kerugian : a. tanaman
manja
b. residu pestisida
SYARAT SIMPLISIA NABATI/HEWANI
1. Harus bebas serangga,
fragmen hewan, kotoran hewan
2. Tidak boleh menyimpang dari
bau, warna
3. Tidak boleh mengandung lendir, cendawan, menun jukkan tanda-tanda
pengotoran lain
4. Tidak boleh mengandung
bahan lain yang beracun atau berbahaya
5. Kadar abu yang tidak larut
dalam asam maksimal 2%
PELIKAN : Harus bebas dari pengotoran tanah,
batu, hewan, fragmen hewan dan bahan asing lainnya
2.2 Tanaman
Obat
Pengetahuan tentang tanaman berkhasiat obat ini sudah
lama dimiliki oleh nenek moyang kita dan hingga saat ini telah banyak yang
terbukti secara ilmiah. Dan Pemanfaatan tanaman obat Indonesia akan terus
meningkat mengingat kuatnya keterkaitan bangsa Indonesia terhadap tradisi
kebudayaan memakai jamu.
Bagian-bagian
yang digunakan sebagai bahan obat yang disebut simplisia. Simplisia:
a. Kulit (cortex)
Kortek
adalah kulit bagian terluar dari tanaman tingkat tinggi yang berkayu.
b. Kayu (lignum)
Simplisia kayu merupakan pemanfaatan bagian dari
batang atau cabang.
c. Daun (folium)
Folium
merupakan jenis simplisia yang paling umum digunakan sebagai bahan baku ramuan
obat tradisional maupun minyak atsiri.
d. Herba
Simplisia
herba pada umumnya berupa produk tanaman obat dari jenis herba yang bersifat herbaceous.
e. Bunga (flos)
Bunga
sebagai simplisia dapat berupa bunga tungga atau majemuk, bagian bunga majemuk
serta komponen penyusun bunga.
f. Akar (radix)
Akar tanaman
yang sering dimanfaatkan untuk bahan obat dapat berasal dari jenis tanaman yang
umumnya berbatang lunak dan memiliki kandungan air yang tinggi.
g. Umbi (bulbus)
Bulbus atau
bulbi adalah produk berupa potongan rajangan umbi lapis, umbi akar, atau umbi
batang. Bentuk ukuran umbi bermacam-macam tergantung dari jenis tanamannya.
h. Rimpang (rhizoma)
Rhizoma atau
rimpang adalah produk tanaman obat berupa potongan-potongan atau irisan
rimpang.
i. Buah (fructus)
Simplisia
buah ada yang lunak dan ada pula yang keras. Buah yang lunak akan menghasilkan
simplisia dengan bentuk dan warna yang sangat berbeda, khususnya bila buah
masih dalam keadaan segar.
j. Kulit
buah (perikarpium)
Sama halnya
dengan simplisia buah, simplisia kulit buah pun ada yang lunak, keras bahkan
adapula yang ulet dengan bentuk bervariasi.
k. Biji (semen)
Semen
(biji-bijian) diambil dari buah yang telah masak sehingga umumnya sangat keras.
Bentuk dan ukuran simplisia biji pun bermacam- macam tergantung dari jenis
tanaman (Widyastuti, 2004).
2.3 Bentuk
sediaan Obat Tradisional
Obat tradisional tersedia dalam berbagai bentuk yang
dapat diminum atau ditempelkan pada permukaan pada permukaan kulit. Tetapi
tidak tersedia dalam bentuk suntikan atau aerosol. Dalam bentuk sediaan obat-
obat tradisional ini dapat berbentuk serbuk yang menyerupai bentuk sediaan obat
modren, kapsul, tablet, larutan, ataupun pil (BPHN, 1993).
2.3.1 Larutan
Larutan terjadi apabila suatu zat padat bersinggungan
dengan suatu cairan, maka padat tadi terbagi secara molekuler dalam cairan
tersebut. Zat cair atau cairan biasanya ditimbang dalam botol yang digunakan
sebagai wadah yang diberikan. Cara melarutkan zat cair ada dua cara yakni
zat-zat yang agak sukar larut dilarutkan dengan pemanasan (Anief, 2000).
2.3.2 Serbuk
Serbuk adalah campuran homogen dua atau lebih obat
yang disebukkan. Pada pembuatan serbuk kasar, terutama serbuk nabati, digerus
terlebih dahulu sampai derajat halus tertentu setelah itu dikeringkan pada suhu
tidak lebih 500C.
Serbuk obat yang mengandung bagian yang mudah menguap
dikeringkan dengan pertolongan bahan pengering yang cocok, setelah itu diserbuk
dengan jalan digiling, ditumbuk dan digerus sampai diperoleh serbuk yang
mempunyai derajat halus serbuk (Anief, 2000).
2.3.3 Tablet
Tablet adalah sediaan padat, dibuat secara
kempa-cetak, berbentuk rata atau cempung rangkap, umumnya bulat, mengandung
satu jenis obat atau lebih dengan atau
tanpa zat tambahan. Zat pengembang, zat pengikat, zat pelicin, zat pembasah.
Contohnya yaitu tablet antalgin (Anief, 2002).
2.3.4 Pil
Pil adalah suatu sediaan yang berbentuk bulat seperti
kelereng mengandung satu atau lebih bahan obat. Berat pil berkisar antara 100
mg sampai 500 mg. untuk membuat pil diperlukan zat tambahan seperti zat pengisi
untuk memperbesar volume, zat pengikat dan pembasah dan bila perlu ditambah
penyalut (Anief, 2002).
2.3.5 Kapsul
Kapsul adalah sediaan padat yang terdiri dari obat
dalam cangkang keras atau lunak yang dapat larut. Cangkang umumnya terbuat dari
gelatin, tetapi dapat juga terbuat dari pati dan bahan lain yang sesuai. Ukuran
cangkang kapsul keras bervariasi dari nomor paling kecil (5) sampai nomor
paling besar (000), dan ada juga kapsul gelatin keras ukuran 0 dengan bentuk
memanjang ( dikenal sebangai usuran OE), yang memberikan kapasitas isi yang
lebih besar tanpa peningkatan diameter. Contohnya kapsul pacekap (Farmakope IV,
1995).
2.4 Simplisia yang terdapat dalam jamu
a. Coriandri Fruktus
Ketumbar adalah Coriandrum sativum suku Apiaceae
Ketumbar
berkhasiat untuk meredakan pusing, muntah- muntah, influensa, wasir, radang
lambung, campak, masuk angin, terkena darah tinggi, dan lemah syahwat.
b. Myristicae semen
Buah pala adalah myristica fragrans suku Myristicaceae
Mengandung
minyak atsiri, zat samak, dan zat pati.
Buah pala
berkhasiat sebagai obat diare, kembung, mual serta untuk menetapkan daya cerna
dan selera makan, yang kaya akan vitamin C, kalsium, dan posfor.
Senyawa
kimia buah pala tersebut terdapat dikulit, daging, biji pala hingga bunganya.
c. Piperis
Nigri Fruktus
Lada hitam adalah piper nigrum suku Piperaceae
Mengandung
saponim, flavonoid, minyak atsiri, kavisin, resin, amilum.
Lada hitam
berkhasiat untuk memperlancar menstruasi, meredakan serangan asma, meringankan
gejala ramatik, mengatasi perut kembung serta menyembuhkan sakit kepala.
d. Andrographis Herba
Tanaman sambiloto adalah Andrograpis Peniculata suku
Acanthaceae. Mengandung flavinoid, alkane, keton, aldehid, dan beberapa
mineral seperti kalium, kalsium, dan natrium. Tanaman ini berkhasiat sebagai
antiradang , analgetik, dan penawar racun.
e. Curcumae Rhizoma
Temulawak adalah Curcuma Xanthorrhiza suku Zingiberaceae.
Mengandung pati, kurkuminoid, dan minyak atsiri. Temulawak berkhasiat
antiradang, antisembelit, tonikum, dan diuretik.
BAB III
PENUTUP
3.1
KESIMPULAN
Obat
tradisional adalah bahan atau ramuan yang berupa bahan tumbuhan, bahan hewan,
bahan mineral, sediaan galenik atau campuran dari bahan-bahan tersebut, yang
secara tradisional telah digunakan untuk pengobatan berdasarkan pengalaman.
Bahan yang
digunakan dalam obat tradisional adalah simplisia.
Simplisia
adalah bahan alamiah yang dipergunakan sebagai obat yang belum mengalami pengolahan
apapun juga dan kecuali dinyatakan lain berupa bahan yang dikeringkan.
Simplisia
yang digunakan berasal dari tumbuhan, hewan, pelikan (mineral) dan bisa
bersumber dari tumbuhan liar atau tumbuhan budidaya yang harus memenuhi syarat
sesuai dengan ketentuan pengobatan tradisional.
Bagian
tanaman obat yang digunakan untuk obat tradisional adalah kulit, buah,
daun,kulit batang, biji, akar , dll.
Obat
tradisional dapat berupa serbuk, larutan, pil, kapsul, dsb.
Tanaman yang
masuk dalam kategori simplisia antara lain adalah coriandri fructus, myristicae
semen, curcuma rhizoma, dsb.
3.2 SARAN
Seharusnya
kita dapat lebih bijak untuk memanfaatkan tanaman herbal yang ada di sekitar
kita dengan sebaik mungkin. Serta tetap menjaga kelestarian lingkungan hidup
disekitar kita agar tercipta lingkungan hidup yang sehat.
DAFTAR
PUSTAKA
Anief, M. 2002.
Ilmu Meracik Obat. Jakarta : UGM press.
Ditjen POM. 1995. Materia
Medika Indonesia jilid IV. Jakarta : Trubus Agriwidya.
Ditjen POM. 1995. Farmakope
Indonesia ed.IV. Jakarta : Depkes RI.
Ditjen POM. 1986. Kodifikasi
Peraturan Perundang-undangan Obat Tradisional. Jakarta : Depkes RI.
Widyastuti, Sri wahyuni, dkk. 2004. Bercocok Tanam. Yogyakarta : kanius.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar